Amore terbangun dari tidurnya. Seketika ia merasa hampa. Ia terbangun dalam ruang yang kosong tanpa warna, lalu perasaannya menjadi rumit dan nafasnya sedikit tercekat. Ia mengerjap mata dan menghisap udara dalam-dalam. Baru ia menyadari ruangan kosong tadi hanya fantasi, matanya melihat sekeliling dan menemukan pemandangan biasa : ruangan berwarna lembut khas asrama cupid tingkat menengah atas. Ia pun kembali terlelap dengan perasaan aman walau ada yang masih mengganjal pikirannya : apa yang membuatku hampa?
Tanggal 14 februari, hari kasih sayang, pagi yang sibuk di asrama cupid. Seharian penuh mereka akan sibuk menjalankan misi akademi, menebar cinta, menjodohkan para pasangan. Tidak seperti orang-orang naif pikirkan, siswa-siswi Cupid tidak lagi membawa panah asmara dan busur cinta. Memang metode seperti itu pernah diaplikasikan, hanya saja keakuratannya semakin menurun dan malah menimbulkan salah pasang yang runyam. Oleh sebab itu, beberapa abad terakhir, selain menerima murid-murid yang memiliki bakat mencintai untuk mengisi baterai cinta, akademi Cupid pun menggunakan metode yang lebih saintifik dengan menyebarkan hormon yang membuat orang kasmaran serta mengatur situasi dan kondisi agar wanita dan pria dapat berpasang-pasang. Hal yang satu ini membutuhkan detail, ketepatan dan ketelitian yang benar-benar tinggi, serta kerja kelompok yang rapi dan cekatan. Kelompok dibentuk dari lulusan akademi yang berpengalaman dan terbukti berprestasi. Namun, tiap hari valentine, mereka memberlakukan magang kepada siswa-siswi berprestasi dan Amore menjadi salah satunya. Amore mampu mencintai orang sekitar dengan begitu dalam. Ketelitian, kecekatan dan kerja sama kelompoknya pun dapat diacungi jempol. Semua orang memuji, tapi Amore malah bertanya-tanya. Kenapa aku? Masih banyak yang lebih pantas dibandingkan aku? Lalu semakin ia berkata demikian semakin kencang badai pujian. Mereka menganggapnya merendah, tanpa tahu ia benar-benar bertanya. Amore pun menyerah.
Tugas hari ini dilaksanakan dengan hampir sempurna walau Gratel hampir saja ceroboh dalam memperkirakan kereta datang lebih cepat 0,75 detik dari yang seharusnya. Untung mereka dapat mengantisipasinya dengan baik dan Tuhan pun turut membantu mereka. Hasilnya, tercipta lah pasangan hari ini : seorang lelaki tua beristri dengan seorang wanita muda yang belum pernah mengenal cinta. Pada awalnya Amore menentang ide ini dan bersikeras mengagalkan misi sampai seorang senior membuatnya diam dengan menjelaskan rencana Tuhan (yang super duper rahasia) : setelah 3 bulan berpacaran keduanya akan putus, sang wanita akan dilanda patah hati hebat dan menuliskan kisahnya sehingga dia akan terkenal sebagai penulis yang produktif dan mengantarkannya pada (tugas selanjutnya) pertemuan dengan 'yang ditakdirkan'. Amore bungkam. Saat itu ia belajar satu hal. Aku mengetahui sedikit dari yang banyak.
Tugas pun selesai. Malam itu mereka pulang dengan lapang.
Tangannya menggapai-gapai sesuatu, tapi tak pernah sampai. Pandangannya gulita, ia pun berteriak. "Ada apa?", seorang senior memegang kepala Amore dan mengamati raut anak itu. "Ada apa?", ia bertanya sekali lagi. Amore terdiam sesaat, mengumpulkan kesadaran, lalu ia menggeleng. "Ada apa? kau bisa ceritakan padaku.", lawan bicaranya memastikan, sambil memerhatikan gerak-gerik Amore yang terlihat gelisah, tapi sekali lagi, ia hanya menggeleng. Senior menghela nafas dan membaringkan badannya kembali, "Yah terserahmu lah, jika ingin bercerita silahkan cerita kapan saja." Sang senior kembali terlelap meninggalkan Amore dalam kelu. Andai aku tahu alasan aku merasa hampa, agh memang ku bodoh tak terkira, Amore menjawab dalam hati.
Genap seminggu peserta magang melakukan tugas. Dalam acara pelepasan peserta magang ini, Mr. Fromm seorang atasan, memberikan khotbahnya, "Sebarkanlah cinta ke seluruh umat manusia. Manusia yang sehat ialah manusia yang mampu mencintai sesama manusia bukannya menukarkan nilai dirinya dengan manusia lain yang sederajat dengannya. Benar-benar pikiran kapitalis modern, semua dijadikan komoditas. Bahkan dirinya sendiri. Sungguh sangat disayangkan", Mr.Fromm tenang melafalkan.
Seusai pidato, Mr.Fromm menyematkan lencana bagi para murid magang. Tiba giliran Amore, Mr.Fromm bersuara, "Amore?". wajah Amore terangkat dari tunduk sopannya, "Ya?" "Tugasmu sungguh sangat sempurna. Energi cintamu juga menyilaukan, dan kudengar, kau seseorang yang mengabdi penuh dan rela berkorban, dari dulu saat masih menjadi manusia biasa hingga sekarang pun kau selalu melupakan kepentingan pribadimu demi orang banyak. Tidak hanya itu, kau selalu merendah tiap kali orang-orang memujimu.", Mr.Fromm menepuk bahu Amore, menatapnya dalam, alisnya berkerut, matanya berkaca. Kemudian ia menghela nafas dan kembali menepuk bahu Amore dua kali, "Amore, ada satu manusia yang belum pernah kau cintai." Amore tergugup. Ia selalu berpikir dirinya pandai mencintai, selalu sempurna dalam mencintai. Amore bertanya tanpa suara. Mr. Fromm menatap lurus pada kedua bola mata Amore, "Kau, Amore. Kau belum mencintai dirimu." Amore terhenyak. Tumbuh rona di pipinya, ia merasa malu. Amore berlari meninggalkan Mr. Fromm. Ia berlari dalam cekat. Ia tak mampu menangis. Ia berlari jauh, sampai letih dan membiarkan tubuhnya terrbaring di atas permadani alam. Kemudian ia tertidur dan bermimpi. Mimpi panjang sekali. Terdapat perang di dalamnya, sebuah pergolakan.
Langit dipenuhi awan kelabu, awan yang padat yang bertahan memangkul titik-titik hujan. Rerumputan, semak dan bunga-bunga liar bergoyang, memohon agar hujan membasahi tubuhnya, memohon agar hujan turun dengan perlahan agar mereka tidak tercabik. Amore terbangun oleh tetes hujan. Ia membuka mata perih, silau. Matahari menyegat, ilalang bergoyang riang. Amore menyadari, bukan air hujan yang membangunkannya, melainkan air yang turun dari kedua bola matanya. Ia malah terus menangis meraung, seperti awan yang letih memangkul hujan. Ia melepaskan titik-titik hujan agar dapat mempersilahkan matahari singgah ke bumi. Anehnya ia merasa damai, ia tahu tangisan ini sebagai puncak kedamaiannya. Sementara Gratel, terpana. Sesungguhnya, sejak beberapa jam yang lalu ia telah menemukan Amore tergeletak di rerumputan dipenuhi dedaunan kecil mahoni. Ia mengira, tubuh itu telah terpisah dari jiwa namun dedaunan mahoni menari di atas wajah Amore, ia masih bernafas. Ketika Amore telah puas menangis, Gratel datang ke hadapannya, "Mari pulang." Amore mengangguk dan mengikuti langkah Gratel. "Tenang, apa pun yang terjadi, kau adalah seseorang dengan etos kerja yang baik, mampu mencintai dengan baik pula, melakukan tugas dengan hampir tanpa cela, pasangan yang kau rancang hampir selalu bertahan sampai akhir hayat. Kau harus berbangga dengan dirimu. Kau harus menghargai dirimu juga." Amore menyimpulkan senyum lebar, semilir angin menghembus bermain dengan helai-helai rambut merah ikalnya, " Terima kasih, aku tahu itu."